Hilangnya Label Harga Secara Diam-diam: Bagaimana AI Menghidupkan Kembali Belanja yang Tidak Adil

11

Selama beberapa generasi, label harga merupakan sebuah janji sederhana: satu harga, untuk setiap pelanggan. Namun diam-diam, selama dekade terakhir, perusahaan telah membongkar sistem ini dan menggantinya dengan penetapan harga dinamis yang didukung oleh kecerdasan buatan. Apa yang tadinya merupakan konsep radikal – harga tetap yang menjamin keadilan – kini terkikis oleh algoritma yang dirancang untuk memaksimalkan keuntungan, seringkali dengan mengorbankan konsumen.

Dari Tawar-menawar hingga Jabat Tangan: Sejarah Singkat Transparansi Harga

Pada tahun 1800-an, berbelanja adalah sebuah negosiasi. Petugas menetapkan harga berdasarkan kemauan, dan pelanggan menawar. Kaum Quaker menentang sistem ini, menganjurkan harga tetap untuk menghilangkan ketidakadilan. Pada tahun 1930-an, label harga standar tersebar luas, sehingga memaksa persaingan dan menurunkan biaya. Setiap stiker mewakili sebuah kontrak: harga yang jelas dan disepakati. Namun kontrak itu kini rusak.

Bangkitnya Penetapan Harga Dinamis: Era Baru Eksploitasi

Saat ini, penetapan harga dinamis, yang sudah umum terjadi di industri seperti layanan transportasi online dan perjalanan udara, mulai merambah ke sektor ritel sehari-hari. Algoritme menyesuaikan harga secara real-time, berdasarkan permintaan, tindakan pesaing, dan bahkan perilaku Anda. Ini bukan sekadar kapitalisme yang sedang bekerja; ini adalah sistem yang dirancang untuk mendapatkan harga setinggi mungkin dari setiap transaksi. Prinsip intinya sederhana: temukan harga maksimum yang akan dibayar pelanggan sebelum meninggalkannya.

Ada tiga cara utama yang digunakan perusahaan untuk mengeksploitasi sistem ini: kolusi ilegal, manipulasi hukum, dan praktik yang seharusnya ilegal.

Kolusi Tanpa Kontak: Kartel Baru

Secara tradisional, penetapan harga memerlukan pertemuan rahasia antar pesaing. Sekarang, algoritme memungkinkan kolusi pasif. Perusahaan yang berlangganan perangkat lunak penetapan harga yang sama secara efektif berkoordinasi tanpa komunikasi langsung. RealPage, sebuah perusahaan perangkat lunak persewaan, baru-baru ini digugat karena memfasilitasi perilaku ini, menyarankan tuan tanah untuk menjual terlalu mahal kepada penyewa dan bahkan membiarkan apartemen kosong daripada menurunkan harga sewa. Perusahaan telah menyelesaikan kasus ini, namun masalah mendasarnya masih ada.

Eksploitasi Hukum: Kebuntuan Algoritma

Bahkan ketika perusahaan menggunakan algoritma independen, harga masih cenderung naik. Di pasar yang kompetitif, algoritme dengan cepat belajar menyesuaikan potongan harga, menghilangkan persaingan, dan mempertahankan harga yang melambung. Sebuah penelitian di Jerman menemukan bahwa SPBU yang menggunakan algoritma penetapan harga dinamis mengenakan biaya 15% lebih mahal dibandingkan sebelum penerapan. Pola yang sama juga muncul di pasar lain, yang menunjukkan adanya manipulasi sistemik.

Tekanan Harga Berdasarkan Data: Memanen Kebiasaan Anda

Taktik paling berbahaya melibatkan pengumpulan data pribadi melalui program loyalitas. Perusahaan seperti McDonald’s dan Kroger melacak geolokasi, riwayat penelusuran, dan bahkan aktivitas media sosial. Data ini digunakan untuk mempersonalisasi harga, sehingga berpotensi membebankan tarif lebih tinggi kepada mereka yang tampak lebih bersedia membayar. Bayangkan sebuah apotek menaikkan harga obat untuk pelanggan yang mereka tahu sedang putus asa, atau sebuah situs persewaan yang mengeksploitasi relokasi pekerjaan yang mendesak.

Masa Depan Belanja: Pengawasan dan Pemerasan yang Terus Menerus

Skenario terburuk sudah dapat dijangkau. Algoritme dapat merespons kejadian real-time (nasihat merebus air yang memicu kenaikan harga air minum kemasan) atau bahkan mengeksploitasi percakapan yang terdengar dari speaker pintar. Tujuannya sederhana: keluarkan setiap sen yang mungkin dari saku Anda.

Pemerintah mulai bereaksi, namun diperlukan undang-undang yang lebih kuat. Mengatur frekuensi perubahan harga dan membatasi pengumpulan data melalui program loyalitas dapat memulihkan keadilan. Alternatifnya adalah masa depan di mana berbelanja tidak terasa seperti sebuah transaksi dan lebih seperti sebuah pertarungan yang terus-menerus dan kalah melawan algoritma yang tidak pernah tidur.

Era penetapan harga mungkin sudah berakhir, namun perjuangan untuk mendapatkan harga yang adil masih jauh dari selesai.